Oleh Kanser Arif Ardiyanto, SKM
#investigasi #suap #sehat_tanpa_korupsi
1. Apa itu Suap ?
Suap dalam berbagai bentuk, banyak dilakukan di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Bentuk suap antara lain dapat berupa pemberian barang, uang sogok dan lain sebagainya. Adapaun tujuan suap adalah untuk mempengaruhi pengambilan keputusan dari orang atau pegawai atau pejabat yang disuap. Pengertian Suap, disebut juga dengan sogok atau memberi uang pelicin. Adapun dalam bahasa syariat disebut dengan risywah. Secara istilah adalah memberi uang dan sebagainya kepada petugas (pegawai), dengan harapan mendapatkan kemudahan dalam suatu urusan.
Dalam buku saku memahami tindak pidana korupsi “Memahami untuk Membasmi” yang
dikeluarkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dijelaskan bahwa cakupan suap
adalah (1) setiap orang, (2) memberi sesuatu, (3) kepada pegawai negeri atau
penyelenggara negara, (4) karena atau berhubungan dengan sesuatu yang
bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
Suap juga bisa berarti setiap harta yang diberikan kepada pejabat atas suatu
kepentingan, padahal semestinya urusan tersebut tanpa pembayaran. Sedangkan
dalam fikih, suap atau risywah cakupannya lebih luas. Sebagaimana dikatakan Ali
ibn Muhammad Al Jarjuni dalam kitab Ta’rifat,Beirut(1978),
Dr. Yusuf Qordhawi mengatakan, bahwa suap adalah sesuatu yang diberikan kepada seseorang yang memiliki kekuasaan atau jabatan apapun untuk menyukseskan perkaranya dengan mengalahkan lawannya sesuai dengan yang diinginkan atau memberikan peluang kepadanya (seperti tender) atau menyingkirkan musuhnya
Suap merupakan bagian dari korupsi dan salah satu bentuk korupsi yang paling sulit dibuktikan, hal ini karena ada kontribusi dari kedua pihak dan mereka merasa saling diuntungkan, berdasarkan data KPK tahun 2004 sampai dengan tahun 2019 kasus yang paling banyak ditangani oleh KPK adalah penyuapan yaitu sebesar 66%.Perbuatan suap dilakukan oleh seorang kepada pihak lain baik pegawai negeri, pejabat negara maupun kepada pihak lain yang mempunyai kewenangan/pengaruh. Pemberi suap memperoleh hak-hak, kemudahan atau fasilitas tertentu. Perbuatan suap pada hakekatnya bertentangan dengan norma sosial, agama dan moral. Selain itu juga bertentangan dengn kepentingan umum serta menimbulkan kerugian masyarakat dan membahayakan keselamatan negara.
Akan tetapi kenyataanya banyak perbuatan yang mengandung unsur suap belum ditetapkan sebagai perbuatan pidana, misalnya pemilihan perangkat desa, penyuapan dalam pertandingan olahraga, dan lain sebagainya.
Dalam Peraturan Mahkamah Agung nomor
13 tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana Korupsi pada
Korporasi, pada pasal 4 ayat 2 menyatakan bahwa Hakim dapat menjatuhkan pidana
pada korporasi bila korporasi membiarkan terjadinya pidana atau korporasi tidak
melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk melakukan pencegahan, mencegah
dampak yang lebih besar dan memastikan kepatuhan terhadap ketentuan hukum yang
berlaku guna menghindari terjadinya tindak pidana.
2. Mengenal ISO 370001 (Sistem Manajemen Anti Penyuapan)
a. Pengertian
SNI ISO 370001
Sistem manajemen anti penyuapan dirancang
untuk menanamkan budaya anti penyuapan dalam sebuah organisasi dan menerapkan
pengendalian yang tepat yang pada gilirannya akan meningkatkan kesempatan untuk
mendeteksi dan mengurangi kejadian penyuapan sejak awal yang distandarkan,
standar ini adalah standar global dalam rangka praktek anti korupsi yang
diadopsi oleh Badan Sertifikasi Nasional yang dikenal dengan SNI ISO 370001
Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP) yang dimulai pada tahun 2016.Standar ini
mencakup penyuapan di sektor public, swasta maupun nirlaba, termasuk penyuapan oleh
dan terhadap sebuah organisasi atau stafnya, dan suap yang dibayarkan atau
diterima melalui atau oleh pihak ketiga. Penyuapan bisa terjadi dimana saja
dengan nilai berapa saja dan dapat melibatkan keuntungan finansial maupun non
finansial.Standar ISO 370001 ini memberikan panduan untuk membangun,
menerapkan, memelihara dan memperbaiki sistem manajemen anti penyuapan. Sistem
ini dapat berdiri sendiri, dan juga dapat diintegrasikan dalam keseluruhan
sisitem manajemen yang sudah ada di organisasi pemerintahan maupun perusahaan.
b. Fungsi
ISO 370001,
fungsi standar/sistem manajemen anti penyuapan ini memiliki dua fungsi yang dapat dilihat dalam tabel berikut:
c. Prinsip Dasar SNI ISO 370001 Sistem Manajemen Anti Penyuapan.
Prinsip dasar Sistem Manajemen Anti Penyuapan terdapat enam prinsip dasar yaitu :
1) Komitmen
Level Puncak
Manajemen Puncak harus memiliki komitmen
dalam memerangi penyuapan, dan mempromosikan Budaya Anti Suap, Komitmen yang
tinggi merupakan modal dasar yang sangat tinggi dalam pemabnngunan sistem ini.
2) Prosedur
Proporsional
Menerbitkan prosedur dan kebijakan anti
penyuapan yang sesuai dengan objektif organisasi terkait pencegahan penyuapan.
3)
Uji Tuntas (Due Diligence0
Mengadopsi pendekatan berbasis risiko
penyuapan ke pihak ketiga atau individu yang bertindak atas nama organisasi.
4) Penilaian
Risiko
Menilai potensi risiko penyuapan dari
internal dan eksternal, mengkomunikasikan dan mendokumentasikan penilaian
risiko penyuapan ini.
5) Komunikasi
Kebijakan anti penyuapan Organisasi dapat diaksesdan dikomunikasikan ke pihak
internal dan eksternal.
6) Pemantauan
dan Tinjauan
Manajemen Puncak harus memantau dan
meninjau kebijakan dan prosedur anti penyuapan serta membuat modifikasi jika
terdapat perubahan dalam organisasi.
d. Roadmap
Sertifikasi SNI ISO 370001 Sistem Manajemen Anti Penyuapan.
Roadmap untuk membangun Sistem Manajemen Anti Penyuapan dibutuhkan waktu sekitar 6 sampai dengan 8 bulan, dimulai dari tahapan persiapan, current state Assesment, pengembangan persyaratan, penerapan ISO 370001, Evaluasi Kinerja dan Audit Sertifikat berikut dapat digambarkan Roadmap tersebut.
Peran
Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan.
Inspektorat Jenderal
sebagai APIP di lingkungan Kementerian Kesehatan memiliki tugas menciptakan
tata kelola pemerintahan yang baik dan terselenggarakanya Reformasi Birokrasi
bukan hanya pada organisasinya melainkan organisasi yang ada di seluruh
Kementerian Kesehatan menjadi tanggung jawabnya. Fungsi auditor internal dalam
system pemerintahan di Indonesia dilakukan oleh Aparat Pengawasan Internal
Pemerintah (APIP). Aparat Pengawasan Internal Pemerintah dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 tentang System Pengendalian Intern Pemerintah
disebutkan bahwa APIP terdiri atas Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP), Inspektur Jenderal Kementerian dan Lembaga, Inspektorat Provinsi, dan
Inspektorat Kabupaten/Kota. Berdasarkan standar AAIPI (Asosiasi Auditor
Instansi Pemerintah Indonesia) tugas APIP yaitu melakukan pengawasan intern
yang memiliki dua peran fungsi yaitu
sebagai Quality Assurance dan Konsultatif yang dapat di lakukan dalam aktivitas
sebagai berikut:
Dari uraian terkait peran Inspektorat Jenderal Kemenkes sangatlah vital dalam mendukung program-program yang ada di Kementerian Kesehatan yaitu melakukan Pengawasan Intern, dalam melakukan pengawasan intern yang yang baik tidak hanya didukung oleh sumber daya manusia yang cakap dan ahli semata namun juga harus didukung juga oleh sumber daya yang memiliki integritas yang tinggi dan sistem pengawasan yang andal, sehingga diperoleh rekomendasi-rekomendasi yang akuntabel dan membangun.
Perlukah
ISO 370001 di Inspektorat Jenderal Kemenkes?
Berdasarkan Permenpan
nomor 10 tahuu 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2014
tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas Menuju WBK/WBBM di lingkungan Instansi
Pemerintah. Amanat tersebut tentunya harus dilaksanakan di Kementerian
Kesehatan, Inspektorat Jenderal selaku unit utama di Kementerian Kesehatan yang
memiliki kewenangan melakukan pengawasan Intern diberikan kewenangan untuk
melakukan penilaian atas pelaksanaan pembangunan Zona Integritas menuju
WBK/WBBM di lingkungan Kementerian Kesehatan, dan selama ini Itjen telah
melakukan proses tersebut dimulai dari pendampingan sampai dengan melakukan
penilaian terhadap satuan kerja terpilih dan diusulakn oleh unit utama
pembinannya. Pertanyaanya siapakah yang menilai Inspektorat Jenderal dalam
penerapan Zona Integritas?, perlukah Inspektrat Jenderal menyandang predikat
WBK/WBBM ?. tentunya tidak fair bilamana Inspektorat Jenderal Kementerian
Kesehatan mendapatkan penilaian predikat WBK/WBBM hasil penilaian sendiri
tentunya ada konflik kepentingan atau apapun hasilnya kredibiltasnya akan tetap
dipertanyakan.
Untuk itu tepatlah
kiranya bilamana Inspektorat Jenderal dalam rangka meningkatkan kredibilitasnya
di mata pemangku kepentingan lainnya selain mendapatkan sertifikat IACM (Internal audit Capabilty Model) yang
diberikan oleh lembaga BPKP juga memiliki sertifikat ISO 370001 untuk
membuktikan bahwa organisasi Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan
mempunyai budaya anti suap melalui
sistem anti penyuapan. Selain meningkatkan kredibilitas tersebut juga
tentunya manfaat bagi individu dalam organisai juga bisa menghindarkan dari
masalah hukum dikemudian harinya, mengingat adanya potensi penyuapan terhadap
pegawai Inspektorat Jenderal Kementerian kesehatan dalam menjalankan pengawasan
baik sebagai quality assurance maupun
peran konsultatif.
(yas)