Rabu, 05 Agustus 2020

SNI ISO 37001 SISTEM MANAJEMEN ANTI PENYUAPAN (SMAP) PERLUKAH INSPEKTORAT JENDERAL KEMENKES?

Oleh Kanser Arif Ardiyanto, SKM

#investigasi #suap #sehat_tanpa_korupsi


1.   Apa itu Suap ?

Suap dalam berbagai bentuk, banyak dilakukan di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Bentuk suap antara lain dapat berupa pemberian barang, uang sogok dan lain sebagainya. Adapaun tujuan suap adalah untuk mempengaruhi pengambilan keputusan dari orang atau pegawai atau pejabat yang disuap. Pengertian Suap, disebut juga dengan sogok atau memberi uang pelicin. Adapun dalam bahasa syariat disebut dengan risywah. Secara istilah adalah memberi uang dan sebagainya kepada petugas (pegawai), dengan harapan mendapatkan kemudahan dalam suatu urusan.

Dalam buku saku memahami tindak pidana korupsi “Memahami untuk Membasmi” yang dikeluarkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dijelaskan bahwa cakupan suap adalah (1) setiap orang, (2) memberi sesuatu, (3) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara, (4) karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya. Suap juga bisa berarti setiap harta yang diberikan kepada pejabat atas suatu kepentingan, padahal semestinya urusan tersebut tanpa pembayaran. Sedangkan dalam fikih, suap atau risywah cakupannya lebih luas. Sebagaimana dikatakan Ali ibn Muhammad Al Jarjuni dalam kitab Ta’rifat,Beirut(1978),

Dr. Yusuf Qordhawi mengatakan, bahwa suap adalah sesuatu yang diberikan kepada seseorang yang memiliki kekuasaan atau jabatan apapun untuk menyukseskan perkaranya dengan mengalahkan lawannya sesuai dengan yang diinginkan atau memberikan peluang kepadanya (seperti tender) atau menyingkirkan musuhnya

Suap merupakan bagian dari korupsi dan salah satu bentuk korupsi yang paling sulit dibuktikan, hal ini karena ada kontribusi dari kedua pihak dan mereka merasa saling diuntungkan, berdasarkan data KPK tahun 2004 sampai dengan tahun 2019  kasus yang paling banyak ditangani oleh KPK adalah penyuapan yaitu sebesar 66%.Perbuatan suap dilakukan oleh seorang kepada pihak lain baik pegawai negeri, pejabat negara maupun kepada pihak lain yang mempunyai kewenangan/pengaruh. Pemberi suap memperoleh hak-hak, kemudahan atau fasilitas tertentu. Perbuatan suap pada hakekatnya bertentangan dengan norma sosial, agama dan moral. Selain itu juga bertentangan dengn kepentingan umum serta menimbulkan kerugian masyarakat dan membahayakan keselamatan negara.

Akan tetapi kenyataanya banyak perbuatan yang mengandung unsur suap belum ditetapkan sebagai perbuatan pidana, misalnya pemilihan perangkat desa, penyuapan dalam pertandingan olahraga, dan lain sebagainya.

Dalam Peraturan Mahkamah Agung nomor 13 tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana Korupsi pada Korporasi, pada pasal 4 ayat 2 menyatakan bahwa Hakim dapat menjatuhkan pidana pada korporasi bila korporasi membiarkan terjadinya pidana atau korporasi tidak melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk melakukan pencegahan, mencegah dampak yang lebih besar dan memastikan kepatuhan terhadap ketentuan hukum yang berlaku guna menghindari terjadinya tindak pidana.

2.  Mengenal ISO 370001 (Sistem Manajemen Anti Penyuapan)

a.    Pengertian SNI ISO 370001

Sistem manajemen anti penyuapan dirancang untuk menanamkan budaya anti penyuapan dalam sebuah organisasi dan menerapkan pengendalian yang tepat yang pada gilirannya akan meningkatkan kesempatan untuk mendeteksi dan mengurangi kejadian penyuapan sejak awal yang distandarkan, standar ini adalah standar global dalam rangka praktek anti korupsi yang diadopsi oleh Badan Sertifikasi Nasional yang dikenal dengan SNI ISO 370001 Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP) yang dimulai pada tahun 2016.Standar ini mencakup penyuapan di sektor public, swasta maupun nirlaba, termasuk penyuapan oleh dan terhadap sebuah organisasi atau stafnya, dan suap yang dibayarkan atau diterima melalui atau oleh pihak ketiga. Penyuapan bisa terjadi dimana saja dengan nilai berapa saja dan dapat melibatkan keuntungan finansial maupun non finansial.Standar ISO 370001 ini memberikan panduan untuk membangun, menerapkan, memelihara dan memperbaiki sistem manajemen anti penyuapan. Sistem ini dapat berdiri sendiri, dan juga dapat diintegrasikan dalam keseluruhan sisitem manajemen yang sudah ada di organisasi pemerintahan maupun perusahaan.

b.    Fungsi ISO 370001,

fungsi standar/sistem manajemen anti penyuapan ini memiliki dua fungsi yang dapat dilihat dalam tabel berikut:


c.  Prinsip Dasar SNI ISO 370001 Sistem Manajemen Anti Penyuapan.

Prinsip dasar Sistem Manajemen Anti Penyuapan terdapat enam prinsip dasar yaitu :

1)      Komitmen Level Puncak

Manajemen Puncak harus memiliki komitmen dalam memerangi penyuapan, dan mempromosikan Budaya Anti Suap, Komitmen yang tinggi merupakan modal dasar yang sangat tinggi dalam pemabnngunan sistem ini.

2)      Prosedur Proporsional

Menerbitkan prosedur dan kebijakan anti penyuapan yang sesuai dengan objektif organisasi terkait pencegahan penyuapan.

3)      Uji Tuntas (Due Diligence0

Mengadopsi pendekatan berbasis risiko penyuapan ke pihak ketiga atau individu yang bertindak atas nama organisasi.

4)      Penilaian Risiko

Menilai potensi risiko penyuapan dari internal dan eksternal, mengkomunikasikan dan mendokumentasikan penilaian risiko penyuapan ini.

5)      Komunikasi

Kebijakan anti penyuapan Organisasi  dapat diaksesdan dikomunikasikan ke pihak internal dan eksternal.

6)      Pemantauan dan Tinjauan

Manajemen Puncak harus memantau dan meninjau kebijakan dan prosedur anti penyuapan serta membuat modifikasi jika terdapat perubahan dalam organisasi.

d.    Roadmap Sertifikasi SNI ISO 370001 Sistem Manajemen Anti Penyuapan.

Roadmap untuk membangun Sistem Manajemen Anti Penyuapan dibutuhkan waktu sekitar 6 sampai dengan 8 bulan, dimulai dari tahapan persiapan, current state Assesment, pengembangan persyaratan, penerapan ISO 370001, Evaluasi Kinerja dan Audit Sertifikat berikut dapat digambarkan Roadmap tersebut.

Peran Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan.

Inspektorat Jenderal sebagai APIP di lingkungan Kementerian Kesehatan memiliki tugas menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik dan terselenggarakanya Reformasi Birokrasi bukan hanya pada organisasinya melainkan organisasi yang ada di seluruh Kementerian Kesehatan menjadi tanggung jawabnya. Fungsi auditor internal dalam system pemerintahan di Indonesia dilakukan oleh Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP). Aparat Pengawasan Internal Pemerintah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 tentang System Pengendalian Intern Pemerintah disebutkan bahwa APIP terdiri atas Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektur Jenderal Kementerian dan Lembaga, Inspektorat Provinsi, dan Inspektorat Kabupaten/Kota. Berdasarkan standar AAIPI (Asosiasi Auditor Instansi Pemerintah Indonesia) tugas APIP yaitu melakukan pengawasan intern yang  memiliki dua peran fungsi yaitu sebagai Quality Assurance dan Konsultatif yang dapat di lakukan dalam aktivitas sebagai berikut:





Dari uraian terkait peran Inspektorat Jenderal Kemenkes sangatlah vital dalam mendukung program-program yang ada di Kementerian Kesehatan yaitu melakukan Pengawasan Intern, dalam melakukan pengawasan intern yang yang baik tidak hanya didukung oleh sumber daya manusia yang cakap dan ahli semata namun juga harus didukung juga oleh sumber daya yang memiliki integritas yang tinggi dan sistem pengawasan yang andal, sehingga diperoleh rekomendasi-rekomendasi yang akuntabel dan membangun.

Perlukah ISO 370001 di Inspektorat Jenderal Kemenkes?

Berdasarkan Permenpan nomor 10 tahuu 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas Menuju WBK/WBBM di lingkungan Instansi Pemerintah. Amanat tersebut tentunya harus dilaksanakan di Kementerian Kesehatan, Inspektorat Jenderal selaku unit utama di Kementerian Kesehatan yang memiliki kewenangan melakukan pengawasan Intern diberikan kewenangan untuk melakukan penilaian atas pelaksanaan pembangunan Zona Integritas menuju WBK/WBBM di lingkungan Kementerian Kesehatan, dan selama ini Itjen telah melakukan proses tersebut dimulai dari pendampingan sampai dengan melakukan penilaian terhadap satuan kerja terpilih dan diusulakn oleh unit utama pembinannya. Pertanyaanya siapakah yang menilai Inspektorat Jenderal dalam penerapan Zona Integritas?, perlukah Inspektrat Jenderal menyandang predikat WBK/WBBM ?. tentunya tidak fair bilamana Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan mendapatkan penilaian predikat WBK/WBBM hasil penilaian sendiri tentunya ada konflik kepentingan atau apapun hasilnya kredibiltasnya akan tetap dipertanyakan.

Untuk itu tepatlah kiranya bilamana Inspektorat Jenderal dalam rangka meningkatkan kredibilitasnya di mata pemangku kepentingan lainnya selain mendapatkan  sertifikat IACM  (Internal audit Capabilty Model) yang diberikan oleh lembaga BPKP juga memiliki sertifikat ISO 370001 untuk membuktikan bahwa organisasi Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan mempunyai budaya anti suap melalui  sistem anti penyuapan. Selain meningkatkan kredibilitas tersebut juga tentunya manfaat bagi individu dalam organisai juga bisa menghindarkan dari masalah hukum dikemudian harinya, mengingat adanya potensi penyuapan terhadap pegawai Inspektorat Jenderal Kementerian kesehatan dalam menjalankan pengawasan baik sebagai quality assurance maupun peran konsultatif.

(yas)