Kamis, 14 Mei 2020

Penyelesaian Tindak Lanjut Atas LHP Di Masa Pandemik COVID-19


Penyelesaian Tindak Lanjut Atas LHP Di Masa Pandemik COVID-19

(Oleh Gustian Yondi Pramudita)

#investigasi #sehat_tanpa_korupsi #tlhp #pandemi #covid19


Penyelesaian tindak lanjut atas Laporan Hasil Pengawasan (LHP) APIP dan BPK wajib dilaksanakan oleh satuan kerja Pemerintahan khususnya di Lingkungan Kementerian Kesehatan. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah yang diturunkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 2019 tentang Tata kelola Pengawasan Intern di Lingkungan Kementerian Kesehatan pasal 10 yang menyatakan satuan kerja memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan tindak lanjut baik hasil pemeriksaan BPK, maupun hasil pengawasan APIP (Inspektorat Jenderal dan BPKP).

Sejak masuknya COVID-19 di Indonesia tanggal 2 Maret 2020 lalu, semua lini di Indonesia terkena imbasnya, tidak terkecuali organisasi pemerintahan yang mengerjakan tata kelola organisasi dan pengawasan di dalamnya. Presiden mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagai Bencana Nasional, serta Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). 

Kemudian Kemenkes menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan direspon oleh Menpan dengan Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 45 Tahun 2020 tentang Penyesuaian Sistem Kerja Bagi Aparatur Sipil Negara Pada Instansi Pemerintah yang Berada di Wilayah Dengan Penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar. Hal ini menyebabkan sebagian besar ASN termasuk di Lingkungan Kementerian Kesehatan melakukan pekerjaannya dari rumah atau disebut Work From Home (WFH) sehingga mempengaruhi pula satuan kerja di Kemenkes dalam penyelesaian rekomendasi LHP BPK maupun APIP.

Bagaimana kondisi saldo LHP satuan kerja di Kemenkes saat ini?

Berdasarkan Laporan Ikhtisar Hasil Pengawasan Semester II Tahun 2019, saldo terhadap LHP Inspektorat Jenderal pada s.d. posisi tanggal 31 Desember 2019 adalah sebanyak 116 LHP, 440 temuan, 1.207 rekomendasi dengan Nilai Temuan sebesar Rp6.877.585.741,22 sedangkan saldo kerugian negara terhadap LHP BPK Tahun 2008-2019  sesuai dokumen tindak lanjut yang diterima oleh Inspektorat Jenderal s.d posisi 31 Desember 2019 sebesar Rp47.442.722.210,34 yang belum selesai ditindaklanjuti. Hal ini menunjukkan masih terdapat satuan kerja yang belum berkomitmen penuh dalam menyelesaikan rekomendasi LHP BPK dan APIP. Belum lagi ditambah adanya WFH di masa pandemik COVID-19 ini, menyebabkan satuan kerja kesulitan untuk bertemu untuk “desk” dokumen tindak lanjut yang sudah disiapkan dengan tim Itjen sehingga tindak lanjut yang dilakukan terlihat tidak bergerak secara signifikan.

Apa dampaknya bila rekomendasi atas LHP tidak ditindaklanjuti oleh satuan kerja?

Pada dasarnya, rekomendasi atas temuan di dalam LHP dibuat untuk perbaikan pada satuan kerja di masa mendatang. Maka bila tidak dilaksanakan, perbaikan tersebut tidak akan terwujud. Dalam lingkup satuan kerja sendiri, pelaksanaan tindak lanjut atas rekomendasi dalam LHP tersebut merupakan salah satu syarat untuk dapat mengajukan menjadi satuan kerja berpredikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK)/ Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) sesuai dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 52 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas Dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani di Lingkungan Instansi Pemerintah yang menyatakan bahwa persentase TLHP minimal 100% temuan hasil pemeriksaan (internal dan eksternal) telah ditindaklanjuti untuk menuju WBK dan WBBM. 

Selain itu, penyelesaian tindak lanjut atas rekomendasi khususnya LHP BPK juga menjadi salah satu dasar BPK memberikan opini atas Laporan Keuangan Pemerintah. Jangan sampai karena rekomendasi tidak ditindaklanjuti maka opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diraih Kementerian Kesehatan selama 6 tahun berturut-turut berubah menjadi Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atau bahkan Disclaimer atau Tidak Menyatakan Pendapat (TMP).

Lalu apa yang harus kita lakukan?

Mengingat pentingnya tindak lanjut atas rekomendasi LHP APIP dan BPK tersebut, maka tidak ada alasan untuk tidak melaksanakannya meskipun kondisi pandemik COVID-19 dan WFH seperti saat ini. Tindak Lanjut atas LHP tersebut harus tetap dilaksanakan sesuai dengan Permenkes Nomor 84 Tahun 2019 walaupun tanpa tatap muka. Pelaksanaan tindak lanjut LHP untuk temuan Itjen dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak LHP diterima, dan untuk LHP BPK paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak LHP diterima. Kemudahan teknologi dapat membantu satuan kerja dalam menindaklanjuti rekomendasi di dalam LHP tersebut. Dokumen tindak lanjut dapat diubah dalam bentuk digital dan dikirimkan secara online ke tim Pemantauan Tindak Lanjut di Itjen. Begitu pula pelaksanaan Desk/Monev untuk tindak lanjut sendiri dapat dilaksanakan secara online dengan aplikasi aplikasi yang ada.

Tidak ada penghalang yang dapat menghambat kita dalam memperbaiki organisasi menjadi lebih baik. Selama kita berkomitmen di dalamnya maka pelaksanaan perbaikan itu dapat dikerjakan dalam kondisi apapun.

Referensi:
1.  Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
2.     Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 2019 tentang Tata kelola Pengawasan Intern di Lingkungan Kementerian Kesehatan
3.      Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)
4.   Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagai Bencana Nasional
5.   Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)
6.  Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)
7.   Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 45 Tahun 2020 tentang Penyesuaian Sistem Kerja Bagi Aparatur Sipil Negara Pada Instansi Pemerintah yang Berada di Wilayah Dengan Penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar
8.    Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 52 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas Dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani di Lingkungan Instansi Pemerintah
9.     Laporan Ikhtisar Hasil Pengawasan Semester II Tahun 2019 Kementerian Kesehatan RI.

stay @ home // work from home // cegah penularan covid19

(yas)

JANGAN BIARKAN ANSIETAS MENGGANGGU PERSPEKTIF AUDITOR


JANGAN BIARKAN ANSIETAS MENGGANGGU PERSPEKTIF AUDITOR

Oleh : Dwi Purbarini, S.Si

#investigasi #sehat_tanpa_korupsi #ansietas #asn_keren_tanpa_korupsi #covid19

Menghadapi pandemi Covid-19, ansietas merupakan hal yang harus diwaspadai. Permasalahan utama yaitu penyebaran virus Covid-19 dan antivirusnya yang masih dalam penelitian, mengharuskan pemerintah mengambil langkah-langkah efektif sebagai upaya pemutusan mata rantai penyebaran Covid-19 seperti pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Working from Home (WFH), dan larangan mudik, yang suka atau tidak suka akan dan telah berdampak pada perubahan gaya hidup, hubungan antar manusia dan komunikasi sosial masyarakat. Berbagai perubahan yang terjadi secara psikologis, fisik, maupun sosial pada masa pandemic Covid-19 tersebut, dapat menjadi stressor yang memicu munculnya ansietas termasuk bagi auditor.  

Ansietas (anxiety) dapat diartikan sebagai perasaan khawatir, kecemasan, dan ketakutan terhadap suatu kejadian atau hal. Rasa cemas sebenarnya merupakan suatu perasaan yang manusiawi sebagai awareness seseorang atas keberadaan atau pencapaiannya. Dampak covid-19 telah menimbulkan berbagai rangkaian perubahan dalam bekerja. Diantaranya adalah perubahan dari office work menjadi work from home, kegiatan audit yang terpending, serta koordinasi secara langsung berubah menjadi teleconference. Sehingga merupakan hal yang wajar ketika seorang auditor merasa khawatir target kinerjanya tidak tercapai, merasa cemas karena tidak dapat menyelesaikan pengaduan masyarakat tepat waktu, atau tidak dapat mendapatkan hasil sesuai ekspetasi dengan perubahan cara bekerja.

Namun kecemasan tersebut menjadi tidak wajar ketika dirasakan berlebihan sehingga menyebabkan gangguan secara fisik maupun kejiwaan. Jenis ansietas dapat berupa generalised anxiety disorder (GAD), panic disorder, phobias, social anxiety disorder, obsessive-compulsive disorder (OCD) dan post-traumatic stress disorder (PTSD).


Pada tahun 2015, diperkirakan 264 juta jiwa penduduk dunia mengalami gangguan ansietas dan jumlah tersebut meningkat 14,9% sejak tahun 2005. Persentase penderita ansietas tertinggi berada di kawasan Asia Tenggara (23%). Data menunjukkan pada semua tingkatan umur, persentase penderita wanita lebih banyak dibandingkan pria dan di Indonesia, gangguan ansietas dialami oleh 3,3% populasi penduduk.

Bagi auditor, perspektif yang obyektif dan logis dalam mengidentifikasi, menganalisa, dan mengevaluasi suatu permasalahan merupakan hal yang penting. Ansietas yang dipicu pandemi Covid-19, dapat berpotensi mengubah perspektif logis seorang auditor sehingga cara pandang terhadap suatu permasalahan menjadi tidak sesuai. Oleh karena itu, sangatlah penting ansietas dihindari dengan cara meningkatkan rasa percaya diri selama pandemi covid-19 yaitu dengan menjaga imunitas dan melakukan upaya pencegahan penularan. Apabila kepercayaan diri telah dimiliki, rasa takut atau cemas berlebihan selama pandemi Covid-19 tidak akan muncul.


Imunitas selama WFH dapat dijaga secara fisik dengan tetap melakukan olahraga rutin dan konsumsi gizi seimbang. Terdapat berbagai jenis olahraga yang dapat dilakukan di dalam rumah, misalnya treadmill, yoga, pilates, atau aktivitas yang lain. Waktu yang dimiliki selama WFH juga memberikan kesempatan untuk dapat memberikan perhatian lebih terhadap keseimbangan gizi makanan yang dikonsumsi. Selain itu, secara kejiwaan sangatlah penting untuk dapat membangun emosi dan pikiran yang positif.

Peningkatan rasa percaya diri selanjutnya adalah dengan penerapan pencegahan penularan Covid-19 sesuai anjuran pemerintah dalam setiap aktivitas yang dilakukan. Apabila auditor mendapatkan tugas kerja yang mengharuskan untuk keluar rumah selama pandemi Covid-19 sangatlah penting untuk tetap menerapkan physical distancing, menggunakan masker, cuci tangan, serta meminimalisir aktivitas yang secara langsung menghandling dokumen dari satu pihak ke pihak lain. Dengan menerapkan prosedur aktivitas sosial yang dianjurkan, kepercayaan diri akan muncul dan rasa cemas/takut akan terinfeksi Covid-19 dapat dihindari.   Berkaitan dengan audit, Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan telah mengembangkan berbagai aplikasi elektronik yang pada masa pandemi covid-19 ini dapat meminimalisir kontak langsung melalui dokumen manual. Misalnya saja aplikasi SIMENDIT (untuk penanganan pengaduan masyarakat), SIMON Pengenal (untuk penilaian maturitas SPIP), dan SIPINAL (untuk penilaian WBK/WBBM).

Dalam bukunya tentang ansietas, Fletcher menyebutkan bahwa hindari ansietas dengan “melakukan hal yang harus dilakukan seperti sebelumnya namun dengan cara yang berbeda.” Secara positif, semoga pandemi covid-19 dan semua perubahan yang terjadi sebagai dampaknya ini, memberikan kesempatan untuk dapat mempelajari cara yang baru dalam melakukan sesuatu tanpa merubah objektifitas dan rasionalitas suatu perspektif.                                                                         

Referensi:
1.  Depression and Other Common Mental Disorders – Global Health Estimates, Geneva: WHO:2017. Licence: CC BY-NC-SA 3.0 IGO
2.   Direktorat Pencegahan Dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza, Direktorat Jenderal Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit, Kementerian Kesehatan RI. 2020. Pedoman Dukungan Kesehatan Jiwa dan Psikososial pada Masa Pandemi Covid-19
3.   Fletcher,J. 2015 Anxiety:Panicking about Panic. Published by Joshua Fletcher at Smashwords. (Scribd)
4.    Picture https://www.pinterest.com/pin/432345632947266073/ download 07 Mei 2020

stay @ home // work from home // cegah penularan covid19

(yas)