Kamis, 09 April 2020

Corona dan Auditor, Merespon Bencana Menjadi Tantangan


Corona dan Auditor:
Merespon Bencana Menjadi Tantangan
Oleh Yossi Andryan

#Investigasi #sehat_tanpa_korupsi #covid19 #corona #auditor

Pamulang, 26/3 – Jika ditanyakan sebuah teka-teki iseng, apakah persamaan antara Corona dan Auditor? Bisa jadi jawabannya adalah sama-sama bencana. Corona yang akrab disebut COVID-19, saat ini sedang menjadi momok umat manusia di seluruh belahan dunia. Virus ini dinyatakan sebagai bencana non alam dikarenakan secara masif menyerang imunitas dan sistem pernafasan manusia sehingga tercatat secara nyata menyebabkan ribuan manusia tewas sampai dengan saat ini. Sementara auditor, menjadi “bencana” bagi oknum manusia yang melakukan malprosedur sehingga mengakibatkan kerugian untuk organisasi. Sebuah anekdot tentang auditor yang mungkin sudah familiar di kalangan auditinya. Pembahasan sesungguhnya bukanlah lagi tentang teka-teki iseng di atas, namun apa yang bisa dilakukan oleh auditor dan bagaimana seharusnya peran auditor ditengah situasi bencana seperti sekarang ini.

      Ilustrasi : Koran Tempo

Dampak Corona

Auditor Internal Pemerintah atau yang kerap disebut Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP)[1], merupakan salah satu profesi dari sekian banyak profesi yang terkena dampak dari adanya pandemic Corona. Tak terkecuali Auditor di Kementerian Kesehatan yang sedang menjadi leading sector penanganan wabah Corona. Pelaksanaan tugas Auditor saat ini tentu saja mengalami hambatan. Beberapa tugas pengawasan menjadi kurang optimal pelaksanaannya. Apalagi ditengah kebijakan Pimpinan Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan sebagai respon dari kebijakan Menteri dan Presiden agar jajaran pegawai melaksanakan tugas dari rumah masing-masing dengan istilah Work from Home (WFH)[2]. Walaupun kebijakan tersebut diambil demi keselamatan kerja Auditor, namun secara fakta tidak seluruh tugas pengawasan yang dilakukan Auditor cocok untuk dilakukan secara remote dari rumah. Contoh, kegiatan audit, reviu, dan monev yang rutin dilakukan sepanjang tahun, terbukti terhenti saat ini sampai dengan waktu yang belum ditentukan.

Cukup beresiko jika kegiatan pengawasan yang seharusnya dilakukan secara tatap muka antara auditor dan satuan kerja dipaksakan dengan mekanisme WFH. Dalam audit misalnya, Auditor dihadapkan dengan hambatan yang tidak dapat diantisipasi dimana terdapat kebijakan larangan perjalanan sampai dengan waktu yang belum dapat diperkirakan sementara proses audit membutuhkan informasi guna menyusun simpulan audit.[3] Padahal dalam proses audit, komunikasi efektif antara auditor dengan satuan kerja sangat diperlukan guna tahapan pengumpulan informasi. Jika informasi yang dikumpulkan terbatas, maka dapat mempengaruhi kualitas simpulan dan rekomendasi dalam laporan hasil audit. Secara tidak langsung laporan audit yang tidak berkualitas, mempengaruhi kualitas dan reputasi Inspektorat Jenderal sebagai entitas pengawasan internal Kementerian Kesehatan. Kondisi seperti ini yang kemudian dapat memunculkan kesan bahwa Inspektorat Jenderal minim kontribusi dalam situasi bencana.

Jika disadari, ketidakoptimalan fungsi pengawasan Auditor bukan saja kerugian bagi Inspektorat Jenderal, namun juga kerugian bagi satuan kerja yang menjadi auditi. Fungsi auditor untuk memberikan keyakinan atas ketaatan, kehematan, efisiensi dan efektivitas serta memberi peringatan dini atas resiko yang akan terjadi dalam penyelenggaraan tugas dalam saat seperti ini sangat dibutuhkan[4]. Apalagi satuan kerja kita sedang hectic dengan wabah Corona. Satuan kerja sedang berlomba dengan waktu dan kegawatdaruratan guna memutuskan kebijakan terkait pengelolaan sumber daya internal yang terbatas dalam rangka penanganan wabah Corona secara optimal. Faktanya, satuan kerja Kementerian Kesehatan kesulitan merespon wabah ini dengan segala sumber daya yang ada. Kesulitan ini diperparah dengan manajemen yang seringkali gamang dalam membuat keputusan strategis ditengah kondisi seperti ini. Kegamangan ini justru disebabkan hal-hal non substansial yang seharusnya bisa di “nomor dua” kan ditengah kegawatdaruratan namun dianggap sebagai hal yang beresiko. Kejutannya adalah kegamangan itu terjadi dikarenakan manajemen “takut” dengan oknum auditor yang sering tertarik dengan hal non substansial. Alamak!

Auditor Bisa Apa

Dalam situasi bencana, bukan kemudian Auditor tidak memiliki kontribusi. WFH seharusnya bukan alasan untuk tidak berkarya. Terlepas dari segala keterbatasan yang diakibatkan WFH, Auditor tetap dapat memberikan sumbangsih, bagi situasi penanganan bencana seperti saat ini. Tentu bukan dengan berjibaku di ruang isolasi pasien, namun tetap pada perannya sebagai Quality Assurance dan Consulting. Sebagai contoh konkret, Auditor punya peranan penting dalam pengawasan dan pendampingan terhadap kegiatan pengadaan barang/jasa dari proses perencanaan sampai dengan pembayaran dalam penanganan Keadaan Darurat.[5] Pengadaan kebutuhan perlengkapan kesehatan kini sangat menjadi fokus pemerintah. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut dunia terancam kekurangan perlengkapan kesehatan, seperti masker dan lainnya di tengah merebaknya wabah virus corona yang mematikan.[6] Faktanya, kekurangan perlengkapan kesehatan tersebut tidak hanya disebabkan kelangkaan atau mahalnya komoditi perlengkapan kesehatan, namun juga tidak sedikitnya Unit Layanan Pengadaan (ULP) di satuan kerja yang menjadi tidak responsif ketika berhadapan prosedur pengadaan barang/jasa dalam keadaan darurat.

Dalam kondisi seperti itu, Auditor dapat memaksimalkan fungsi aktivitas konsultansi (Consulting Activities). Mekanisme aktivitas memungkinkan dilakukan dengan skema WFH yang sekarang sedang digalakkan. Cukup dibantu dengan infrastruktur komunikasi sederhana seperti aplikasi Whats App. Membagikan informasi melalui daring kepada satuan kerja terkait prosedur pengadaan dalam penanganan kedaruratan baik dari sisi kebijakan maupun best practice dapat menjadi alternatif aktivitas ini. Selain itu, Auditor juga dapat menginisiasi pertemuan daring dengan beberapa satker untuk membahas permasalahan-permasalahan yang sedang dihadapi di masa darurat ini. Cukup memanfaatkan aplikasi telekonferensi nirbayar yang tersedia. Selain dapat menjadi wadah untuk pendampingan, kegiatan ini juga dapat menjadi tempat berbagi pengalaman satker-satker dalam melaksanakan kegiatan pengadaan.

Inspektorat Jenderal juga dapat meniru langkah LKPP yang membagikan kontak narahubung kepada stakeholders. Satuan kerja pasti sangat terbantu jika Inspektorat Jenderal sudah menyediakan daftar kontak Auditor yang berkualitas yang siap menjawab seluruh kegalauan satuan kerja ketika akan mengambil langkah dalam kegiatan pengadaan perlengkapan kesehatan. Satuan kerja tidak perlu lagi kebingungan mencari tempat berkonsultasi ditengah situasi pelik. Jika pendekatan seperti ini dapat dilakukan, maka hambatan dalam proses pengadaan perlengkapan kesehatan dapat teratasi. Dengan metode sederhana seperti itu, Auditor dapat selalu menjadi bagian proses manajemen sekaligus menjalankan fungsi pengawasannya. Tentunya, satker pun dapat melangkah mantap dalam setiap pengambilan keputusan jika dalam prosesnya Auditor menjadi pendamping dalam situasi darurat seperti ini.

Tantangan Auditor dari Corona

Lalu bagaimana dengan tugas pengawasan yang sulit dilakukan dalam masa seperti ini?. Bukan pesimisme yang harus dikedepankan. Ini harus dilihat sebagai sebuah tantangan. Pelaksanaan tugas pengawasan seperti audit, reviu, dan monev memang akan tidak optimal jika dipaksakan pelaksanaannya dalam situasi WFH, namun bukan mustahil. Untuk memastikan bahwa seluruh tugas pengawasan dapat berjalan secara normal atau mendekati normal dalam situasi WFH, auditor perlu dilengkapi dengan infrastruktur pendukung yang mutakhir dan memadai. Infrastruktur yang dapat membuat seluruh pekerjaan tersebut dapat dilakukan secara remote, terkoordinir, dan minim resiko. Dengan kata lain, auditor membutuhkan bantuan teknologi informasi maupun sistem berbasis elektronik yang mumpuni.



[1] Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Internal Pemerintah, Pasal 1 Ayat 5
[2] Nota Dinas Sekretaris Inspektorat Jenderal Kemenkes Nomor UM.01.05/1.4/432/2020 tanggal 16 Maret 2020 tentang Pengaturan Pelaksanaan Pekerjaan Bagi Pegawai di Lingkungan Inspektorat Jenderal Dalam Upaya Pencegahan COVID-19
[3] Jessie Wong FCPA dan Len Jui FCPA, Impacts of COVID-19 on reporting entities and auditors, Hong Kong, 2020
[4] Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Internal Pemerintah, Pasal 11 Huruf a dan b
[5] Perlem LKPP Nomor 13 Tahun 2018 tentang PBJ dalam Penanganan Keadaan Darurat, pasal 7 ayat 1



Ilustrasi : Laman Inspektorat Jenderal Kemenkes RI

Dapat diasumsikan bahwa penerapan WFH di pemerintahan merupakan bagian dari perubahan global pada pola kerja di pemerintahan telah diperkirakan jauh hari sebelumnya.[1] Pemerintah telah mengeluarkan sebuah aturan yang mendukung hal tersebut di atas, yaitu Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). Pemanfaatan teknologi yang memungkinkan WFH di pemerintahan secara gamblang dapat ditunjukkan di Perpres SPBE pada Bab IV Peta Rencana Strategis, yang menginstruksikan bahwa agar portal pelayanan publik dapat diakses semua lapisan masyarakat, diperlukan penyediaan kanal-kanal yang terintegrasi seperti kanal email, kanal web, kanal mobile, kanal media sosial, dan kanal yang mendukung Internet of Things (IoT).
Sebagai menunjang langkah pemerintah ini, Inspektorat Jenderal sebenarnya telah memulai membangun kanal-kanal tersebut. Infrastruktur berbasis elektronik guna melaksanakan tugas pengawasan internal yang dilakukan auditor di Inspektorat Jenderal telah dibangun. Seluruhnya dirangkum dalam E-Pengawasan Intern. Dimana di dalamnya terdapat E-Reviu, E-Monev, dan E-Audit atau yang biasa disebut Simendit. Seluruh aplikasi ini sebenarnya adalah jawaban dari hambatan pada pelaksanaan tugas pengawasan dalam masa WFH. Tepatnya, kini apa yang telah dibangun oleh Inspektorat Jenderal diuji dan ditantang oleh Corona dan segala imbasnya. Tantangan ini harus dijawab dengan menguatkan kembali infrastruktur yang ada dan membudayakan penggunaannya. Sehingga E-Pengawasan Intern menjadi bagian keseharian pelaksanaan tugas pengawasan para Auditor Inspektorat Jenderal. Jika tantangan ini bisa dijawab, maka masa sulit ini akan selalu mudah untuk dilalui.

Yossi Andryan
*Sebagian besar tulisan merupakan opini penulis



[1] Hadianto, Work From Home, https://mediaindonesia.com/, 2020


stay @ home // work from home // cegah penularan covid19

(yas)