Selasa, 24 November 2020

Menuju APIP Kelas Dunia

#itjenkemenkes #sehattanpakorupsi #apipkelasdunia #iacmmodel #hendrosantoso

            Itulah sekilas ungkapan yang sempat terucap dari salah satu sejawat pada saat diskusi tentang ide dan cita-cita yang ingin dicapai pada forum saresehan Auditor bersama pimpinan. Dari ungkapan yang disampaikan teman sejawat tersebut, terbersit rasa pesimisme terhadap kiprah Inspektorat Jenderal Kemenkes sebagai Aparat Pengawas Internal Pemerintah dilingkungan Kementerian Kesehatan. Sekilas kalo kita menyingkapi atas ungkapan tersebut ada sedikit benarnya, namun kalo kita lihat secara luas makna dari APIP Kelas Dunia itu sendiri pernyataan tersebut tidak lah tepat. Sebenarnya seperti apa sih APIP kelas Dunia? Lalu apa itu yang dimaksud dengan IA-CM?

Dari rasa penasaran, keingin tahuan dan rasa kepedulian terhadap kemajuan organisasi Inspektorat Jenderal Kementerian kesehatan, maka penulis memberanikan diri untuk mencoba menguraikan sebuah pikiran dan terurai dalam sebuah tulisan yang menjabarkan tentang APIP Kelas Dunia dengan pendekatan Model Internal Audit Capability Model (IA-CM).

Globalisasi dan perkembangan teknologi digital akan sangat mempengaruhi potret tatakelola birokrasi di Indonesia pada tahun 2020-2024 dan sekaligus merubah mind set dan culture set pola pengawasan APIP. Selain itu, berbagai isu nasional juga akan berpengaruh pada potret tersebut, misalnya tingkat pembangunan ekonomi, tuntutan untuk pemerataan pembangunan daerah dengan memperluas basis perekonomian wilayah timur Indonesia, serta kualitas dan distribusi Aparatur Sipil Negara saat ini.

Peningkatan budaya digital di masyarakat juga akan berdampak pada budaya birokrasi. Hasil survei Deloitte (2015) di 70 negara yang melibatkan 1.200 pegawai pemerintah menunjukkan bahwa teknologi digital telah mengakibatkan perubahan cara dan pola kerja pemerintah. United Nations (UN) e-Government Survey 2020 telah menempatkan Indonesia pada peringkat 88 atas pengembangan dan pelaksanaan e-government atau sistem pemerintahan berbasis elektronik (SPBE). Hasil di tahun 2020 yang dirilis pada bulan Juli, menunjukkan kenaikan 19 peringkat dibandingkan tahun 2018 yang berada di urutan 107 dan urutan 116 di tahun 2016. Peningkatan proporsi Aparatur Sipil Negara dari kalangan generasi milenial ini juga diprediksi akan menuntut perubahan pola dan cara kerja birokrasi, seperti perubahan jam kerja menjadi lebih fleksibel dan perubahan tempat kerja yang lebih mendukung diskusi dan sharing informasi. Berbeda dengan generasi baby boomers dengan ciri-ciri yang lebih mengedepankan tata krama birokrasi, generasi milenial (Generasi Y) memiliki karakteristik lebih kreatif, lebih melek informasi teknologi, dan lebih mengutamakan worklife balance. Hal ini dipredikasi akan menimbulkan gap generasi dan gap budaya kerja dalam birokrasi Aparatur Sipil Negara di lingkungan APIP itu sendiri.

Ke depan, tuntutan untuk melakukan transformasi birokrasi juga semakin besar. Hal ini dikarenakan oleh tuntutan efisiensi biaya birokrasi, peningkatan peran dan kontribusi stakeholder non-pemerintah dalam pembangunan, tuntutan pelayanan publik yang semakin personalized sehingga mudah diakses dari mana saja dan kapan saja oleh masyarakat dan tuntutan untuk mewujudkan data-smart government di era industri 4.0


Gambar 1 Peta Jalan Pengelolaan Birokrasi Aparatur Sipil Negara sumber: Kemenpan RB 

Pemerintah telah menetapkan peta jalan (roadmap) pengelolaan birokrasi yang dibagi dalam empat tahapan seperti yang terlihat pada gambar 1. Tahapan tersebut dimulai dari pembentukan good governance, kemudian reformasi birokrasi dan dilanjutkan dengan pengelolaan berbasis sistem merit di mana kebijakan dan manajemen Aparatur Sipil Negara berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar. Pada periode 2020-2024, arah pengelolaan birokrasi akan difokuskan untuk menghasilkan birokrasi berkelas dunia dengan menyesuaikan terhadap perkembangan era industri 4.0.

Sejalan dengan road map 2020-2024 pengelolaan birokrasi menuju birokrasi berkelas dunia, maka sudah selayaknya kapabilitas Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan sebagai APIP juga perlu dikelola menjadi Strategic Partner dan Trusted Advisor menuju kapabilitas APIP level 4 (managed) pada tahun 2023, dimana APIP mampu memberikan assurance secara keseluruhan atas tata kelola, manajemen resiko, dan pengendalian intern dengan karakteristik seperti yang terdapat dalam gambar 2. Karakteristik APIP tersebut diharapkan dapat mendorong dan mendukung terwujudnya Birokrasi berkelas dunia.


Gambar 2 Karakteristik Kapabilitas APIP Level 4 (Manage)

Penilaian kapabilitas APIP yang dikembangkan secara Nasional, berpedoman pada kerangka model yang dikembangkan oleh Institute of Internal Auditors (IIA), yaitu Model Kapabilitas Pengawasan Intern atau Internal Audit Capability Model (IA-CM). Model IA-CM merupakan suatu kerangka kerja yang mengindentifikasi terhadap aspek-aspek fundamental yang dibutuhkan untuk pengawasan intern yang efektif di sektor publik. IA-CM menggambarkan jalur evolusi untuk Inspektorat Jenderal mengembangkan pengawasan intern yang efektif  dalam memenuhi persyaratan tata kelola birokrasi yang baik dan profesional. IA-CM menunjukkan langkah langkah untuk maju dari tingkat pengawasan intern yang kurang kuat menuju kondisi yang kuat, efektif, kapabilitas pengawasan intern umumnya, terkait dengan organisasi yang lebih matang dan kompleks. Di dalam model IA-CM, kapabilitas APIP dibagi menjadi lima level kapabilitas, yaitu Level 1 (Initial), Level 2 (Infrastructure), Level 3 (Integrated), Level 4 (Managed), dan Level 5(Optimizing).

Pada setiap level/tingkatan terdapat 6 (enam) proses yang selanjutnya disebut sebagai elemen pengawasan intern yang didalamnya terdapat beberapa Key Process Area (KPA), yaitu 1) peran dan layanan APIP, 2) pengelolaan SDM, 3) praktik profesional, 4) akuntabilitas dan manajemen kinerja, 5) budaya dan hubungan organisasi, dan 6) struktur tata kelola. KPA dari dari setiap elemen merupakan bangunan utama yang menentukan tingkat kapabilitas suatu APIP. KPA mengidentifikasi apa yang seharusnya ada dan berkelanjutan pada tingkat kapabilitas tertentu sebelum penyelenggaraan aktivitas pengawasan intern dapat meningkat pada level berikutnya. Dan ketika APIP telah melembagakan semua dari KPA terkait dengan tingkatan tertentu, maka dapat dianggap APIP tersebut telah mencapai tingkat level tersebut. Dengan kata lain, semua KPA dalam setiap elemen harus dikuasai dan dilembagakan ke dalam sebuah budaya dari kegiatan APIP untuk mencapai tingkatan tertentu.

Dari uraian diatas, pada akhirnya mari kita merenung sejenak untuk memikirkan bagaimana Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan bisa mewujudkan kapabilitas APIP level 4 pada tahun 2023 dan bagaimana langkah yang harus kita tempuh untuk menjadikan Itjen Kemenkes sebagai partner strategic dan trusted advisor. Berikut diuraikan 5 (lima) langkah-langkah untuk bisa mewujudkan Institusionalisasi KPA setiap level kapablitas APIP:

1.    Commitment to Perform

Pembangunan komitmen dan pengembangan kebijakan Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan RI dalam upaya membangun, mengembangkan, dan menyelenggarakan aktivitas esensial pada setiap Key Process Area (KPA)

2.    Ability to Perform

Penyediaan sumber daya yang memadai, hal ini terkait dengan kebutuhan sumber daya yang memdai baik sumber daya manusia, dana, peralatan termasuk keahlian atau kompetensi yang dibutuhkan oleh Inspektorat Jenderal dalam melaksanakan pengawasan dilingkungan Kementerian Kesehatan.

3.    Activities Performed

Implementasi kebijakan di Inspektorat Jenderal terhadap pelaksanaan aktivitas esensial sesuai KPA yang harus dilaksanakan secara spesifik.

4.    Measurement

Pengukuran peningkatan kapabilitas Inspektorat Jenderal yang dilakukan terhadap aktivitas esensial secara berkelanjutan yang kemudian dianalisis untuk mengetahui tingkat kemajuan setiap KPA yang telah terpenuhi dan belum terpenuhi.

5.    Verification

  Evaluasi Independen untuk menilai peningkatan kapabilitas Inspektorat Jenderal. Verifikasi merupakan upaya untuk meyakini bahwa aktivitas esensial telah dilaksanakan sesuai kebijakan dan prosedur, termasuk perlu dilakukannya evaluasi/reviu secara independent dan reviu/oversight oleh manajemen.

Daftar Pustaka

  1.  Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah;
  2. Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025;
  3. Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024;
  4. Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2011 tentang Percepatan Peningkatan Kualitas Akuntabilitas Keuangan Negara;
  5. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2020 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2020-2024;
  6. Peraturan Kepala BPKP Nomor PER-1633/K/JF/2011 tentang Pedoman teknis Peningkatan Kapabilitas APIP;
  7. Peraturan Kepala BPKP Nomor 6 tahun 2015 tentang Grand Design Peningkatan kapabilitas Aparat pengawasan Intern Pemerintah tahun 2015-2019;
  8.  Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 27 Tahun 2018 tentang Kebijakan Pengawasan;
  9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2020-2024;
  10. Buku Grand Desain Pengelolaan ASN Kementerian Kesehatan 2020-2024.

 

*) Hendro Santoso, SKp, M.Kep, Sp.Kom, MHKes, CRMO, QRMA

Lahir di Cianjur, Tanggal 28 Juni 1977

Pendidikan: 1. S2 Keperawatan Universitas Indonesia

                      2. S2 Hukum Kesehatan- UNISBA

 

Kepala Bagian APTLHP Itjen Kemenkes RI


//work from home //stay @ home //cegah covid-19

(yas)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar