Jumat, 20 Desember 2019

PENGAWASAN PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP)


PENGAWASAN PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP)

Pengawasan Penyelenggaraan SPIP adalah salah satu kegiatan pengawasan lainnya yang dilaksanakan auditor Inspektorat Investigasi dalam rangka mengetahui kesesuaian pelaksanaan tugas dan fungsi satuan kerja dengan rencana, kebijakan dan ketentuan yang telah ditetapkan untuk mendorong terwujudnya good governance dan clean governance. Kegiatan tersebut diamanahkan kepada Inspektorat Investigasi sejak tahun 2017. Pelaksanaan pengawasan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dilakukan terhadap satuan kerja yang telah mendapat sosialisasi dan telah menyusun pemetaan risiko serta satuan kerja yang diusulkan/ditetapkan sebagai satuan kerja yang akan memperoleh predikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) baik di tingkat Kementerian Kesehatan maupun di Tingkat Nasional.

Pelaksanaan pengawasan dilakukan dengan melakukan monitoring dan evaluasi (monev) terhadap penyelenggaran Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Monev ini dilakukan dengan cara mengukur tingkat kematangan penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) yang ditetapkan dalam pedoman tersendiri (Maturitas SPIP).


Pengawasan Penyelenggaraan SPIP pada BTKLPP Kelas I Makassar

Definisi Maturitas SPIP adalah tingkat kematangan/kesempurnaan penyelenggaraan sistem pengendalian intern pemerintah dalam mencapai tujuan pengendalian intern sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Terdapat 6 (enam) Karakteristik Tingkat Maturitas SPIP yaitu, level 0 sampai level 5, dimana level 5 adalah level yang tertinggi.


Pengawasan Penyelenggaraan SPIP pada KKP Kelas II Pekanbaru Riau

INTERVAL SKOR PENILAIAN TINGKAT MATURITAS SPIP
NO
TINGKAT MATURITAS
INTERVAL SKOR
0
Belum Ada
Kurang dari 1,0 (0< skor <1,0)
1
Rintisan
1,0 s/d kurang dari 2,0 (1,0 ≤ skor <2,0)
2
Berkembang
2,0 s/d kurang dari 3,0 (2,0 ≤ skor <3,0)
3
Terdefinisi
3,0 s/d kurang dari 4,0 (3,0 ≤ skor <4,0)
4
Terkelola dan Terukur
4,0 s/d kurang dari 4,5 (4,0 ≤ skor <4,5)
5
Optimum
Antara 4,5 s/d 5,0 (4,5 ≤ skor ≤5)

Sejak tahun 2017 Sampai dengan Desember 2019, Inspektorat Investigasi telah melaksanakan kegiatan penilaian maturitas SPIP pada 107 satker di lingkungan Kementerian Kesehatan RI. Dari 107 satker tersebut dapat dijelaskan bahwa hasil Penilaian Maturitas SPIP sampai dengan Desember 2019, terdapat 3 (tiga) satker yang berada pada klasifikasi “Belum Ada” atau “level 0”, 26 (dua puluh enam) satker berada pada klasifikasi “Rintisan” atau “level 1”, 66 (enam puluh enam) satker berada pada klasifikasi “Berkembang” atau “level 2”, 11 (sebelas) satker berada pada klasifikasi “Terdefinisi” atau “level 3”, dan 1 (satu) satker berada pada klasifikasi “Terkelola” atau “level 4”.   

Level
Keterangan
Satker
0
Belum Ada
3
1
Rintisan
26
2
Berkembang
66
3
Terdefinisi
11
4
Terkelola
1
5
Optimum
0
Total
107


Pengawasan Penyelenggaraan SPIP pada KKP Kelas III Bitung

Berdasarkan hasil penilaian tersebut, mayoritas satker berada pada level 2, yang artinya K/L/Pemda telah melaksanakan praktik pengendalian intern, namun tidak terdokumentasi dengan baik dan pelaksanaannya sangat tergantung pada individu dan belum melibatkan semua unit organisasi. Efektifitas pengendaliannya belum dievaluasi sehingga banyak terjadi kelemahan yang belum ditangani secara memadai.


Pengawasan Penyelenggaraan SPIP pada KKP Kelas II Mataram

Jika melihat data tersebut diatas maka diperlukan pendampingan atau pembinaan dari masing-masing Inspektorat pembina agar level maturitas satker di lingkungan Kementerian Kesehatan RI dapat mencapai level 3 secara keseluruhan sehingga dapat menyamai level maturitas SPIP Kementerian Kesehatan RI yang saat ini berada pada level 3.


                                                                                                            Penulis,

                                                                                                            Ahmad Fahrudin, SE





Selasa, 08 Oktober 2019

SHARING SESSION BERSAMA BPKP: PEMBERIAN KETERANGAN AHLI



SHARING SESSION BERSAMA BPKP: PEMBERIAN KETERANGAN AHLI


Pelaksanakan pengawasan terhadap kasus pelanggaran yang berindikasi kerugian negara, pelanggaran administrasi, tindak lanjut pengaduan masyarakat dan penugasan lain berdasarkan instruksi khusus Menteri merupakan salah satu tugas Inspektorat Investigasi Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Hasil pelaksanaan pengawasan tersebut akan menentukan langkah hukum selanjutnya yang akan diambil terhadap para pelakunya dan hal ini sangat erat kaitannya dengan kemungkinan keterlibatan pegawai di Inspektorat Investigasi dengan proses pengadilan sebagai pemberi keterangan ahli.     



Inspektorat Jenderal Kemenkes RI pada tanggal 16 September 2019 menyelenggarakan Kegiatan Pelatihan Kantor Sendiri (PKS) tentang Pemberian Keterangan dan Saksi Ahli bagi Auditor dengan Narasumber dari Deputi Polhukam dan PMK Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). BPKP sebagai Instansi Pengawasan Internal Pemerintah yang langsung di bawah Presiden telah memiliki berbagai macam pengalaman terkait upaya pelimpahan/penanganan/koordinasi atas kasus - kasus hasil pemeriksaan investigatif kepada Aparat Penegak Hukum, baik sebagai Pemberi Keterangan Ahli dalam persidangan atau menjadi bagian untuk membantu proses penyelidikan dengan melakukan Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara. PKS ini menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan kompetensi para pegawai di Inspektorat Investigasi.


Ibu drg. Rarit Gempari, MARS, QIA selaku Inspektur Investigasi membuka kegiatan PKS yang dilanjutkan dengan paparan dari Bapak Sumitro, SE, Ak, MM, CA, CFrA, QIA selaku Direktur Pengawasan Bidang Sosial dan Penanganan Bencana, Deputi Polhukam dan PMK dan Bapak Heru Setiawan selaku Auditor Ahli Madya BPKP.  


Para narasumber menjelaskan proses pemeriksaan investigatif yaitu dimulai dari proses perencanaan, pengumpulan - evaluasi bukti, pelaporan dan tindak lanjut. Narasumber selanjutnya menceritakan pengalamannya pada saat ditugaskan untuk menghadiri persidangan sebagai pemberi keterangan ahli. Hal - hal yang harus dipersiapkan sebelum hadir di persidangan adalah penguasaan materi hasil pemeriksaan investigatif dan persiapan mental. BPKP membuat suatu simulasi pelaksanaan persidangan seperti kondisi sebenarnya yang dilakukan sebagai salah satu upaya untuk mempersiapkan mental para Auditornya sehingga dapat memberikan keterangan dengan sebaik – baiknya dan dapat membantu Hakim dalam mengambil keputusan.


Pada akhir kegiatan PKS, narasumber menjelaskan beberapa hal yang sering ditanyakan kepada pemberi keterangan ahli dalam persidangan antara lain meliputi:
1.    Pengalaman, keahlian, tugas dan tanggung jawab selaku Auditor;
2.    Dasar penugasan audit;
3.    Tugas pokok dan fungsi Instansi yang menugaskan;
4.    Materi perkara: dasar penghitungan jumlah kerugian negara.  


Penulis,
Ahmad Fahrudin, SE



Sabtu, 21 September 2019

Penilaian Menuju WBK/WBBM oleh TPI

Senin16 September 2019

Penilaian Menuju WBK/WBBM oleh Tim Penilai Internal
di Lingkungan Kementerian Kesehatan Tahun 2019 
#simendit #mmcsipid #antikorupsi
#asnkerentanpakorupsi #inspektoratinvestigasi#sehattanpakorupsi

Menunjuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 – 2025 dan Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 10 Tahun 2019 tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas Menuju WBK dan WBBM di Lingkungan Instansi Pemerintah, akan dilakukan Penilaian oleh Tim Penilai Internal (TPI) untuk Mendapatkan Penghargaan Satuan Kerja Berpredikat menuju WBK dari Menteri Kesehatan Tahun 2019Berdasarkan hasil rapat koordinasi Tim Penilai Internal (TPI) pada tanggal 16 September 2019,terdapat 14 (empat belassatuan kerja di lingkunganKementerian Kesehatan yang dinilai oleh TPI yang akan dilaksanakan pada 23 September s.d 5 Oktober 2019.



Rabu, 18 September 2019

Petugas Kesehatan Haji Indonesia Bebas Korupsi

Petugas Kesehatan Haji Indonesia Bebas Korupsi

Jakarta, 18 September 2019.

Petugas Kesehatan Haji Indonesia Tahun 2019 dinilai bebas dari pemberian gratifikasi, uang pelicin dan praktik pungutan liar (pungli). Hal positif ini terungkap dari hasil ‘Survei Persepsi Anti Korupsi’ yang dilakukan oleh tim audit Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan (Itjen Kemenkes).

Itjen Kemenkes melakukan survei persepsi anti korupsi pada 29 Juli - 6 September 2019. Survei dilakukan di sela-sela tugas mereka dalam melakukan audit penyelenggaraan program kesehatan haji di Arab Saudi. Survei dilakukan terhadap 309 jemaah haji Indonesia, yang terdiri dari 144 responden laki-laki dan 165 responden perempuan.
“Survei ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana persepsi jemaah haji terhadap penerapan anti korupsi yang dilakukan dalam penyelenggaraan kesehatan haji,” jelas drg. Rarit Gempari, MARS, QIA, Inspektur Investigasi Kemenkes yang juga sebagai Koordinator Tim Audit Haji 2019.

Survei dilakukan menggunakan kuesioner survei persepsi anti korupsi pada evaluasi Zona Integritas Menuju Wilayab Bebas dari Korupsi (WBK) / Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM) di lingkungan Kementerian Kesehatan. Hasil survei persepsi anti korupsi kepada Jemaah Haji Indonesia Tahun 1440 H/2019 M atas pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Bidang Kesehatan diperoleh total nilai 14,00 dari nilai total 15,00 (93,36%).

Dari hasil survei diketahui bahwa hasil maksimal diperoleh atas pertanyaan pada komponen indikator kebiasaan pemberian gratifikasi dan uang pelicin serta komponen indikator praktik pungli (100%). Artinya persepsi seluruh responden menyatakan bahwa tidak ada pemberian gratifikasi dan uang pelicin serta tidak ada praktik pungli yang dilakukan oleh PPIH Bidang Kesehatan selama operasional haji tahun 2019.

Survei persepsi anti korupsi terdiri dari 3 variabel yang dijabarkan dalam 7 indikator yaitu variabel perilaku petugas dalam lingkungan kerja yang diukur dengan indikator kebiasaan gratifikasi dan uang pelicin, diskriminasi dalam pelayanan, praktek pungli dan maladministrasi, variabel sistem administrasi yang diukur dengan indikator keterbukaan informasi dan variabel pencegahan korupsi yang diukur dengan indikator pengelolaan pengaduan dan media anti korupsi.

Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id. (AM).

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
drg. Widyawati, MKM.

Selasa, 17 September 2019

Survei Persepsi Anti Korupsi Penyelenggaraan Kesehatan Haji di Arab Saudi Tahun 2019

SURVEI PERSEPSI ANTI KORUPSI ATAS PENYELENGGARAAN KESEHATAN HAJI DI ARAB SAUDI TAHUN 1440 H/ 2019 M

Kementerian Kesehatan mengirimkan Tim Inspektorat Jenderal Kemenkes ke Arab Saudi untuk melakukan audit terhadap program kesehatan haji sejak tanggal 29 Juli 2019 s.d 06 September 2019. Di sela-sela melaksanakan tugas audit terhadap program kesehatan haji, Tim Auditmenyempatkan untuk melakukan survei persepsi anti korupsi yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana persepsi jemaah haji terhadap penerapan anti korupsi yang dilakukan dalam penyelenggaraan kesehatan haji

Survei yang dilakukan menggunakan kuesioner survei persepsi anti korupsi pada evaluasi Zona Integritas Menuju Wilayab Bebas dari Korupsi (WBK)/ Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM) di Lingkungan Kementerian Kesehatan itu dilakukan terhadap 309 (tiga ratus sembilan) jemaah haji Indonesia, yang terdiri dari 144 responden laki-laki dan 165 responden perempuan.

Survei Persepsi Anti Korupsi terdiri dari 3 variabel yang dijabarkan dalam 7 indikator yaitu variabel perilaku petugas dalam lingkungan kerja yang diukur dengan indikator kebiasaan gratifikasi dan uang pelicin, diskriminasi dalam pelayanan, praktek pungli dan maladministrasi, variabel sistem administrasi yang diukur dengan indikator keterbukaan informasi dan variabel pencegahan korupsi yang diukur dengan indikator pengelolaan pengaduan dan media anti korupsi.


Hasil Survei Persepsi Anti Korupsi kepada Jemaah Haji Indonesia Tahun 1440 H/2019 M atas pelayanan kesehatan yang diberikan oleh PPIH Bidang Kesehatan diperoleh nilai 14,00 dari nilai total bobot 15,00 (93,36%) dengan rincian capaian hasil survei persepsi anti korupsi untuk masing-masing indikator sebagai berikut:



Dari hasil survei diketahui bahwa hasil maksimal diperoleh atas pertanyaan pada komponen indikator kebiasaan pemberian gratifikasi dan uang pelicin serta komponen indikator praktik pungli (100,00%) hal ini berarti persepsi seluruh responden menyatakan bahwa tidak ada pemberian gratifikasi dan uang pelicin serta tidak ada praktek pungli yang dilakukan oleh PPIH Bidang Kesehatan. Sedangkan hasil terendah adalah media anti korupsi dengan nilai 0,07 dari bobot 0,5 (13,82%) hal ini berarti bahwa menurut responden keberadaan media anti korupsi masih sangat sedikit. Oleh karena itu, dapat dilakukan penambahan media informasi anti korupsi yang ditempatkan di lokasi yang strategis khususnya di lingkungan pelayanan.

Koordinator Tim Audit Haji 2019

Kamis, 12 September 2019

Round Table Discussion “Penerapan Anti Bribery di Sektor Publik”

ROUND TABLE DISCUSSION
“ PENERAPAN ANTI BRIBERY DI SEKTOR PUBLIK”

Jakarta, 27 Agustus 2019 bertempat di Auditorium Prof. Dr. GA Siwabessy diselenggarakan Round Table Discussion (RTD) yang kali ini mengusung temaPenerapan Anti Bribery di Sektor Publik”. Acara initerselenggara berkat kerjasama antara InspektoratInvestigasi Itjen Kemenkes RI dengan Indonesia Profesional Audit Control Asociation (IPACA). 

RTD sudah rutin diselenggarakan oleh InspektoratInvestigasi Itjen Kemenkes RI karena dapat menjadisarana bertukar pikiran dan sharing ilmu. RTD kali inibukan hanya menghadirkan satu narasumber melainkanlima narasumber antara lain Stefanus Alexander B.P. Sianturi, SE, Ak., MForAcc, CPA, CFE, CE Senior Associate dari KAP Ernst and Young, AchmadSuryaman, Apt Auditor Muda dari Inspektorat InvestigasiKemenkes RI, Aditya Widyapermana Ethics and Complience Specialist dari SKK Migas,  RaditoRisangadi, SH, MRM, ANZIIF, CRMP, CRP Head of Corporate Transformation Department dari PT. JasaRaharja (Perserdan Dr. Ratna Januarita, SH, LLM, MH dari Senior Lecturer dari Fakultas Hukum UniversitasIslam Bandung. 

Acara ini sangat menarik antusias peserta yang berasaldari berbagai institusi baik swasta, BUMN, maupunpemerintahNarasumber yang merupakan praktisidibidangnya menyampaikan materi mulai dari best practice upaya pencegahan korupsi di sektor publikaspek hukum dalam pelaksanaan pencegahan korupsisampai dengan penerapan ISO 37001 tentang Anti-Bribery Management System. Kemudian acaradilanjutkan dengan diskusi para peserta RTD yang melemparkan berbagai pertanyaan menarikUsaimenuntaskan diskusi, RTD Penerapan Anti Bribery di Sektor Publik ditutup oleh Sekretaris Jenderal IPACA yaitu Fadjar ProbosenoSemoga kedepan InspektoratJenderal dapat menjalin kerjasama kembali denganIPACA untuk mengusung tema RTD yang lebih menarikdan dapat menambah ilmu para Auditor khususnya di Inspektorat Jenderal Kemenkes RI.